MASIGNCLEANSIMPLE101

Pilkada DKI Jakarta Patut Dicontoh

SUSNO DUADJI
Ketua Umum TP Sriwijaya dan Datuk Patani Sumsel

Siapa Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur penantang pasangan calon petahana Basuki Tjahya Purnama dan Djarot telah muncul, telah diumumkan secara resmi oleh partai/gabungan partai pengusung, telah didaftarkan ke KPUD DKI Jakarta.


Pilkada DKI Jakarta sungguh menarik, bukan saja karena Jakarta menjadi barometer Politik, ekonomi, sosial dan budaya untuk Indonesia, melainkan mekanisme penentuan Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang penuh dengan liku dan track Politik yang indah, enak untuk dinikmati, menimbulkan berbagai tanda tanya dan dugaan, yang sulit untuk diterka kemana arahnya, dan sekarang teka teki politik itu terjawab sudah.

Bagaimana lika-liku Petahana Basuki Tjahya Purnama alias Ahok sampai menjadi Calon Gubernur, demikian juga bagaimana proses munculnya dua pasangan calon penantang ; Pasangan Agus Harimurti dan Pasangan Anies Baswedan, cukup mengagetkan dan sangat menarik perhatian.

Selaku Datuk Patani Sumatera Selatan, Ketua Umum TP Sriwijaya, dan Penasehat Syarikat Dagang-Syarikat Islam yang sekarang ini giat di bidang pertanian baik selaku petani maupun penulis artikel pertanian, dan penyampai orasi serta pembicara di berbagai Seminar saya berpendapat sebagai berikut ;

Bahwa mengamati Pilkada DKI sungguh menarik perhatian semua orang karena karena Jakarta adalah ibu kota Indonesia, Jakarta menjadi barometer Indonesia untuk berbagai hal, termasuk perpolitikan, lihat saja dalam penentuan calon, kita dapat suguhan seni perpolitikan yang indah dimainkan langsung oleh elit partai, bahkan Ketua Umum Partai langsung bermain.

Selain itu Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 agak berbeda dengan beberapa kali Pilkada yang lalu, dimana pada Pilkada 2017 ini menampilkan fenomena baru di bidang perpolitikan, semoga Fenomena politik ini merupakan pertanda adanya perubahan menuju Pilkada yang lebih baik yang clear dan clean dari money politik dan politik transaksional, Saya katakan demikian dikarenakan antara lain :

Calon Gubernur yang diusung oleh Parpol/gabungan Parpol bukanlah Kader dari Partai Pengusung kecuali Djarot sebagai Cawagub (Kader PDIP), hal ini menunjukan komitmen Parpol untuk mendapatkan Gubernur yang terbaik sehingga tidak dibatasi oleh kader Partai.

Calon Gubernur yang diusung adalah figur yang tidak mengiklankan diri untuk menjadi Gubernur, sehingga wajar kalau kita tidak melihat adanya photo calon yang bergelantungan di pohon atau di tiang listrik atau di tempat umum lain nya.

Figur yang selama ini terpantau sibuk kasak-kusuk adakan pendekatan ke Parpol, mulai sosialisasi ke mana-mana, yang hasrat politiknya demikian kepingin untuk menjadi gubernur atau wagub justru tidak dilirik oleh papol.

Black campaign dengan mengangkut isu agama, ras, fitnah korupsi, dll ternyata tidak mempan mempengaruhi Parpol dan tidak juga mempengaruhi warga DKI, kalau biasanya bakal calon yang proaktif meloby Parpol agar diusung sebagai Calon Gubernur, pada Pilkada DKI ternyata sebaliknya, dimana Parpol yang proaktif mencari figur yang telat untuk diusung sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur.

Saya katakan menuju Pilkada yang clear and clean dari money politik dan politik transaksional karena Parpol yang proaktif menjaring dan meminang figur untuk dicalonkan, mencari figur yang layak jual yang laku dipasar politik, sedangkan figur duduk manis, hal demikian ini menjauhkan Pilkada dari Money Politik atau politik transaksional karena calon bukanlah figur yang ambisius.

Pada Pilkada DKI 2017 ini insting Politiknya Parpol demikian tajam, terbukti dengan tersingkirnya beberapa calon yang kasak kusuk minta dukungan, Parpol sangat selektif memilih figur untuk diusung sebagai calon, tidak terpengaruh pendekatan bakal calon, mewaspadai calon-calon yang nampak ambisius menawarkan diri untuk diusung sehingga didaptkan figur yang tidak ambisius untuk menjadi gubernur.

Insya Allah Pilkada DKI adalah politic low cost untuk para calon karena ; tidak ada uang pedekate untuk Parpol, tidak ada uang mahar atau uang perahu atau uang sejenis itu, sedikit uang yang dihamburkan untuk sosialisasi, untuk belanja spanduk dan baleho yang ditempel dan digantung di arena publik yang mengganggu pemandangan.

Mungkin juga tidak ada tim sukses, atau tim apapun yang menghabiskan uang, justru akan muncul relawan murni yang tidak perlu dikasih duit. Fenomena pembelajaran politik lainnya yang dapat dipetik dari Pra Pilkada DKI adalah bahwa black campaign dengan mengusung isu agama, isu ras, fitnah korupsi, dll ternyata tidak laku, bahkan menguntungkan pihak yang diterpa isu karena simpati semakin mengalir.

Manuver politik yang indah juga disuguhkan oleh relawan Petahana, coba kita lihat bagaimana proses Ahok selaku petahana dicalonkan lagi. Di awali dengan kegiatan komunitas sahabat atau kawan Ahok mengumpulkan tanda tangan untuk mendesak agar Ahok mau dicalonkan lewat jalur independent, di tengah proses pengumpulan tanda tangan Partai Nasdem yang naluri politiknya cukup peka dan tajam langsung menyatakan bahwa Nasdem akan mencalonkan Ahok, dan disusul oleh Hanura.

Saat tanda tangan terkumpul satu juta lebih ! Golkar menyusul menyatakan dukungan pada Ahok, dan di saat-saat terakhir menyusul PDIP juga mencalonkan Ahok dan Djarot.

Komunitas Pendukung Ahok memainkan politik yang cantik karena dengan terkumpulnya copy KTP lebih dari satu juta menjadi kartu trof bagi Ahok punya posisi tawar yang tinggi dengan Parpol, dan terbukti dukungan Parpol dari Nasdem, Hanura, Golkar dan PDIP didapatkan oleh Ahok tanpa syarat, dengan demikian dapat diyakini bahwa dukungan Parpol pada Ahok adalah clear dan clean jauh dari money politic.

Demikian juga tidak kalah menarik proses penentuan calon pasangan Agus Harimurti oleh Partai Demokrat dan koalisinya bebas dari money politik karena pinangan bukan berasal dari Agus Harimurti justru dari Partai Pengusung, dan juga Agus Harimurti bukanlah kader Parpol tertentu, dia non Parpol, dia juga tidak mengkampanyekan diri untuk dipilih sebagai calon.

Dia saat diumumkan sebagai calon yang akan diusung juga masih berstatus Pamen TNI-AD aktif, pastilah penentuan Agus Harimurti sebagai Calon oleh Parpol pengusung tanpa mahar politik, apalagi yang dijadikan pasangannya Silviana bukan juga kader Parpol. Hal serupa juga terjadi pada pasangan Anies Baswedan dan Sandiago Uno.

Jadi penentuan pasangan Calon yang akan diusung oleh Parpol/Gabungan Parpol murni hasil penjaringan dan hasil kerja Parpol yang proaktif.

Tidak ada uang apapun yang dikeluarkan para bakal calon untuk dapatkan Parpol pengusung, tidak ada jual beli suara, Calon tidak keluar biaya berlebihan untuk berbagai keperluan alat sosialisasi seperti pasang spanduk, baliho, dll, calon yang diusung Parpol adalah benar-benar figur yang bersih, tidak ambisius, tidak ada kepentingan lain selain untuk mengabdi.

Rakyat tidak mau menjual suaranya, ada keberanian parpol, calon, rakyat untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum ; KPK/Polri/Jaksa/KPUD apabila ada pihak yang mencoba untuk bermain uang, penyelenggara pilkada harus ; adil, bersih, transparan, berani menindak setiap pelanggaran.

Semua komponen harus beritikad dan berkemauan untuk mensukseskan Pilkada, insya Allah akan menghasilkan Kepala Daerah yang sesuai aspirasi rakyat, bukan kepala Daerah yang mencari duit dengan jabatan, memperkaya diri bersama konco-konco atau KKN, yang pada gilirannya ditangkap KPK.

Semoga terwujud !


:
Unknown

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
-_-
(o)
[-(
:-?
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
$-)
(y)
(f)
x-)
(k)
(h)
(c)
cheer
(li)
(pl)