MASIGNCLEANSIMPLE101

Katanya Gratis, Distribusi Rastra di Desa Wangunjaya Dipungut Rp 10 Ribu

MITRAPOL.com - Skema penyaluran bantuan Beras Sejahtera (Rastra) yang sudah menghapus beban tebusan atau diberikan kepada warga miskin secara gratis, rupanya belum efektif dirasakan sebagian warga terutama diwilayah Kabupaten Lebak Banten.

Ilustrasi Rastra

Pasalnya Kementerian Sosial yang sudah menghapus skema bayar tebusan sebesar 1600/kg dan melarang untuk melakukan pungutan dengan alasan apapun rupanya belum didengar dan faktanya masih saja ada kebijakan Pemerintah Desa (Pemdes) yang berani meminta uang tebusan Rastra kepada masyarakat.

Menyoroti apa yang terjadi di Desa Wangun Jaya Kecamatan Cigemblong Kabupaten Lebak Banten. Setelah seorang yang mengaku sebagai warga Kampung Jamrut Desa Wangunjaya namun tidak bersedia ditulis namanya, mengakui bahwa dirinya masih diminta uang tebusan sebesar Rp. 10 ribu untuk mendapatkan bantuan Rastra yang semestinya gratis tersebut?.

"Saya harus nebus Rp. 10 ribu untuk mengganti ongkos pengiriman dan karena waktu itu sekaligus nebus jatah beras untuk mertua saya, akhirnya saya harus bayar Rp. 20 ribu, katanya gratis namun kok masih harus keluarin duit," tuturnya.

Sementara itu, guna menggali informasi yang lebih akurat, Maman selaku Kades Wangunjaya sangat sulit untuk dihubungi sehingga mitrapol.com berusaha mencari keterangan dan berhasil menghubungi Kasi Ekbangsos Kecamatan Cigemblong melalui sambungan telepon selular dan memastikan kebenaran terkait tebusan Rastra pada Sabtu, (26/5/2018).

Atmawi, Kasi Ekbangsos Kecamatan Cigemblong tidak membantah adanya pungutan uang tebusan tersebut. Namun dirinya berkilah bahwa uang tersebut kemungkinan untuk menutupi kekurangan biaya oprasional angkutan (bayar ojek) dari kantor desa ke masing-masing RT.

"Biaya oprasional dari kecamatan ke desa Wangunjaya itu ditanggung oleh pemerintah desa dari ADD karena desa tersebut tidak bisa ditempuh oleh mobil pengiriman dari bulog dan hanya sampai kantor kecamatan saja,” sebutnya, padahal faktanya pemerintah pusat sudah menggelontorkan anggaran dana desa lebih besar di tahun 2018 ini.

Masih katanya, bahwa pungutan tebusan Rp. 10 ribu kepada masyarakat itu untuk membayar pengiriman (ongkos ojek) dari kantor desa ke tiap RT dan Kepala Keluarga.

Saat disinggung apakah pungutan atau tebusan diperbolehkan?. Atmawi mengatakan bahwa hal itu sah jika memang dana operasionalnya kurang.

"Boleh kalau memang kurang dana oprasional," imbuhnya.

Ironis, jika anggaran distribusi yang sudah dianggarkan dari ADD masih saja kurang dengan alasan titik distribusi tidak terjangkau oleh mobil angkutan dari pihak bulog dan mengambil antisipasi dengan cara meminta tebusan Rp.10 ribu/KK kepada masyarakat penerima bantuan untuk menutup kekurangannya.

Tentu saja ini menjadi cermin bahwa dipelosok Kabupaten Lebak Rastra belum dapat dinikmati secara gratis yang benar-benar gratis oleh masyarakat dengan alasan kekurangan anggaran ADD.

Sudah sepatutnya jika pemeriksaan oleh pihak terkait dapat dilakukan agar terlihat jelas apakah benar anggaran Dana Desa Wangunjaya sudah tidak mampu membiayai atau hanya akal-akalan saja untuk mencari kelebihan yang bisa masuk kedalam saku oknum nakal.

Lantaran jelas Kementerian Sosial telah melarang dengan tegas tentang pungutan uang tebusan Rastra kepada masyarakat dengan alasan apapun.

Sementara di desa lain, A. Fatoni Kaur Kasi Ekbang Desa saat diminta tanggapannya Minggu, (27/5/2018), dirinya menjelaskan bahwa alasan kekurangan anggaran atau tidak cukup dari ADD itu sangat kurang masuk akal dan terkesan mengada-ada.

“Melihat desa kami yang sama jarak tempuh pengiriman sangat jauh ke pelosok-pelosok kampung tapi faktanya cukup bahkan bisa jadi di cadangkan lebih,” bebernya.

“Karena pada saat membuat usulan anggaran seharusnya sudah dihitung kebutuhan untuk oprasional Rastra pertahun, kecuali asal tebak saja," pungkasnya.

Reporter : cecep sobari
:
Unknown