MASIGNCLEANSIMPLE101

UU Nomor 20 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran Perlu Dirubah

Bahwa lahirnya Undang-undang No 20 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran telah menimbulkan kontroversi.

Dan Kontroversi tersebut meliputi :

Pertama : Tumpang tindih 4 (empat) UU yaitu : UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, UU No Tentang No 20 Tahun 2013 Pendidikan Kedokteran, dan UU No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.



Kedua, UU No. 20 Tahun 2013 memasukkan “dokter layanan primer” ke dalam jenis profesi baru kedokteran dan karenanya frasa “dokter layanan primer” dalam UU No. 20 tahun 2013 HARUS DIHAPUSKAN. Dokter layanan primer menyebabkan kontroversi karena :

a.Dunia kedokteran internasional tidak mengenal gelar setara spesialis Dokter Layanan Primer. Layanan primer (primary care) adalah wilayah pelayanan, tidak ada satu pun negara yang menyebutkan primary care physician sebagai gelar profesi khusus yang berpraktik di layanan primer. Dokter layanan primer adalah komunitas dokter yang memberikan pelayanan kesehatan pada fasilitas layanan primer yang meliputi dokter umum, dokter keluarga, dokter spesialis, dokter anak, dokter penyakit dalam, dan dokter psikiatri.

b.Menyebabkan konflik horisontal antar dokter di pelayanan primer dan berpotensi mengkriminalisasi dokter umum yang menangani pasien JKN (penjelasan Pasal 8 ayat 2)

c.Tidak tampak perbedaan signifikan antara kompetensi Dokter Layanan Primer (DLP) dengan kompetensi pendidikan dokter yang tercantum dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2012 yang telah disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).

d.Kurikulum, standar pendidikan, dan gelar Dokter Layanan Primer belum memiliki kejelasan dan landasan formal (Peraturan Pemerintah, pengesahan kurikulum oleh KKI, peraturan Menteri, dan belum ada kolegium DLP yang disahkan oleh IDI).

e.Simulasi pelaksanaan program Dokter Layanan Primer memerlukan waktu 30 - 50 tahun untuk men-DLP-kan dokter umum yang akan bekerja di layanan primer, belum termasuk 8.000 lulusan dokter/tahun yang terus dihasilkan. Dengan demikian program ini tidak realistis, tidak signifikan, tidak efisien dan memboroskan anggaran negara (APBN).

Ketiga, UU No. 20 tahun 2013 menyebabkan tumpang tindih peran dan kewenangan kelembagaan antara Kementerian Ristek Dikti, Kementerian Kesehatan, Organisasi Profesi yaitu IDI termasuk Kolegium didalamnya, beserta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).

Keempat, UU No. 20 tahun 2013 ini mengabaikan program pendidikan kedokteran berkelanjutan (P2KB) hal mana sangat penting untuk meningkatkan kapasitas kompetensi dokter dan pembinaan berkelanjutan, dan telah diamanatkan oleh UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

Kelima, UU No. 20 tahun 2013 belum memuat kuota mahasiswa daerah dari daerah terpencil, terjauh, perbatasan dan pulau-pulau kecil. Bahwa dalam rangka percepatan pemerataan tenaga kesehatan (dokter dan dokter gigi), diperlukan kuota penerimaan mahasiswa dengan pembiayaan negara dan kewajiban pengabdian di daerah asal.

Menyadari bahwa UU No. 20 tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran menimbulkan masalah yuridis dan sosiologis, menimbulkan disharmoni antar kelembagaan pemerintah, organisasi profesi (IDI), KKI, Kolegium termasuk dalam hal standar pendidikan, kurikulum, ujian, gelar, menimbulkan persinggungan praktik layanan primer, maka Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai satu-satunya organisasi profesi kedokteran berdasar legal standing 3 (tiga) UU yaitu UU No. 36 tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan, UU No. 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dan UU No. 12 tahun 2012 Pendidikan Tinggi telah melakukan kajian, perumusan dan penyusunan draft dan naskah akademis RUU Perubahan atas UU No 20 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran dengan yang didalamnya memuat perubahan terhadap 15 pasal dari 54 pasal, termasuk 17 Frasa ‘dokter layanan primer’ dihilangkan, penambahan isi pasal tentang standar nasional pendidikan kedokteran, Kurikulum, Uji Kompetensi dan Gelar, serta kuota daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan.

Ikatan Dokter Indonesia (ID) dengan ini menyatakan :

1.Mengusulkan RUU PERUBAHAN atas UU NO. 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN untuk masuk Prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2016 dan segera dibahas pada tahun ini.

2.Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyerahkan draft RUU perubahan atas UU No. 20 tahun 2013 disertai naskah akademik kepada Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

3.Meminta agar Pemerintah menghentikan : (1) pembahasan substansi DLP dalam penyusunan RPP turunan dari UU Pendidikan Kedokteran, (2) kegiatan terkait dengan sosialisasi program studi DLP, (3) rekrutmen dan persiapan program studi DLP, dan (4) pembukaan Program Studi DLP.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
:
Unknown

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
-_-
(o)
[-(
:-?
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
$-)
(y)
(f)
x-)
(k)
(h)
(c)
cheer
(li)
(pl)