MITRAPOL.com - Penghilangan Hak Hidup Anak secara paksa adalah tindakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan kejahatan terhadap Kemanusiaan. Penemuan bayi dalam kantong plastik lengkap dengan tali pusarnya di letakkan di tempat sampah Kelurahan Klamama adalah salah satu bukti dari kejahatan terhadap kemanusiaan. (baca juga : Komnas PA : Geng Rape Anak di Papua Level Mengkhawatirkan)
![]() |
Arist Merdeka Sirait Ketua Komnas PA saat hadir di launching Tabloid MITRAPOL yang dilaksanakan di Wisma Bhayangkari Mabes Polri Jl. Senjaya 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (5/9/2016). |
Berdasarkan ketentuan dari Undang-Undang No. 23 tahun 2002 yang telah diubah ke dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, tindakan pelaku dapat dipastikan dan dapat dikenakan pidana penjara 15 tahun penjara.
Komisi Nasional Perlindungan Anak yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Komnas Anak sebagai lembaga independen di bidang promosi dan perlindungan anak di Indonesia, mendesak Polres Kota Sorong untuk segera melakukan pengembangan penyidikan terhadap penemuan kasus ini dan terlebih mendorong masyarakat sekitar tempat kejadian perkara untuk segera pula bekerjsama memberikan informasi yang akurat atau paling tidak bukti-bukti petunjuk kepada aparat penegak hukum sehingga Polresta Sirong dapat segera mengungkap tabir pembuangan bayi malang ini dengan pembuatan sketsa wajah dari pelaku.(baca juga : Arist Merdeka Sirait : “Geng Rape” di Medan Harus Segera Diakhiri)
“Sebab berdasarkan pengalaman empirik Komnas Anak dalam menangani kasus serupa umumnya para pelaku adalah orang yang tidak jauh dari lokasi penemuan bayi," beber Arist Merdeka Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak merespon kasus penemuan bayi malang di Kelurahan Klamana, Kota Sorong Papua Barat.
Arist yang merupakan Putera Batak peduli anak tanah Papua menegaskan dan memberikan peringatan dini (early warning-red), penemuan janin balita malang di pembuangan sampah di kelurahan Klamana, penghilangan hak hidup seorang anak secara paksa dengan cara membenamkan balita malang berinisial K berusia 3 tahun 6 bulan kedalam lumpur setelah sebelumnya diduga mendapat perlakuan biadab dan keji dari terduga 3 orang pelaku yang terjadi dua bulan lalu disalah satu Kelurahan masih di kota Sorong.
“Serta ditemukannya beberapa waktu lalu puluhan janin di salah satu praktek Bidan BB di Kota Sorong tidak jauh dari salah satu Rumah Sakit di Kota Sorong dengan cara aborsi terhadap korbannya diantara siswi SMP dan SMK, dan kasus-kasus kejahatan seksual dengan cara bergerombol lainnya yang terjadi sebelumnya serta kasus-kasus penganiayaan lainnya yang terjadi di wilayah hukum Kota Sorong memastikan bahwa Kota Sorong adalah salah satu kota di Propinsi Papua Barat yang masuk kategori kedalam garis merah dan Darurat Terhadap Anak,” jelas Arist.
Mengingat Kota Sorong, sambungnya, adalah kota kedua setelah kota dan Distrik Manokwari yang paling banyak ditemukan pelanggaran dan pengabaian hak anak, dan untuk segera melakukan kerja penyelamatan anak Papua. “Komisi Nasional Perlindungan Anak bersama Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Papua Barat yang di nahkodai Ketua Napolion Fakwader, dalam waktu dekat akan mengajak pemangku kepentingan anak, adat, masyarakat dan Walikota serta aparat penegak hukum Polresta, Kejaksaan Negeri dan Pengadilan Negeri Manokwari membuat Nota Kesepemahaman (MoU) untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak di Kota Sorong yang telah berada dalam situasi darurat (emergency). Komnas Perlindungan Anak ‘Selalu Ada Untuk Anak Indonesia’ ,”pungkasnya. znd
:
comment 0 komentar
more_vert