MASIGNCLEANSIMPLE101

Meninggalnya Siswa SMA Taruna Nusantara

Untuk kesekian kali kekerasan dipertontonkan lembaga pendidikan. Lembaga yang punya tugas mendidik namun menghasilkan jiwa-jiwa keras dan tidak ada kompromi dalam dunia sosial mereka.
Farid Ari Fandi
Memang tak terhindarkan sekolah berasrama dan sistem pendidikan yang dijalankannya sangat berdampak kepada para anak didiknya. Bisa bagus atau buruk, pendampingan menjadi kuncinya.

Kisah pembunuhan anak didik ini bila dikaji banyak penyebabnya, diantara permasalahan yang dominan adalah masalah kejiwaan anak yang jauh dari figur utamanya yaitu orangtua dan tidak adanya figur permanen yang mampu mendekati anak. Ditambah pendidikan mikiter yang mungkin membawa psikologis anak mandiri dan malu menceritakan apa yang dihadapi menambah memperburuk kondisi kejiwaannya. Ujian dan tantangan berjiwa tegas dan bernyali menjadi didikan mental yang butuh pendampingan kuat.

Potensi kejadian kekerasan seperti ini sebenarnya dihadapi banyak sekolah berasrama. Dan kita sering mendengarnya. Dengan banyaknya jumlah siswa anak didik dan pendamping yang sedikit atau tidak memadai.

Kisah permasalahan dua anak yang lepas dari perhatian, ditambah mereka satu kamar memperberat kondisi psikologis keduanya. Ditambah pendidikan kemiliteran yang dihadapi secara tidak langsung memberi tekanan yang bertambah pada kedua siswa.

Pada dasarnya anak yang terlepas dari orang tua berarti lembaga yang menerimanya siap mengantikan peran orang tua. Hanya saja peran ini sering terlewat begitu saja dengan berbagai capaian yang harus guru lakukan kepada siswa anak didiknya. Ditambah lagi kesediaan orangtua menandatangani penyerahan anaknya. Padahal setiap anak punya latar belakang dan yang tahu adalah orang terdekatnya. Dengan menyerahkan begitu saja bisa memperberat kondisi anak.

Sudah saatnya perspektif pengasuhan masuk dalam dunia pembelanjaran di sekolah. Dimana faktor kedekatan antara pendidik dengan anak didik menjadi faktor utama menyelamatkan anak anak kita yang dititipkan di sekolah berasrama seperti SMA Taruna Nusantara.

Semoga ini menjadi evaluasi para tokoh pendidikan dan tokoh anak dalam menyelenggarakan pendidikan yang pada dasarnya atau harusnya lebih memperhatikan faktor tumbuh kembang anak. Dibanding pencapaian pencapaian pendidikan lainnya.

Beberapa tokoh pendidikan dan tokoh anak sebenarnya sedang mengusung RUU Pengasuhan Anak, karena 3 UU yang membicarakan pengasuhan sudah tidak memadai, yaitu UU Perkawinan, UU Kessos Anak, UU Perlindungan Anak.

Keragaman pengasuhan yang terpola dimasyarakat sudah saatnya dibenahi. Anak anak yang diasuh di luar keluarga dan terlepas keluarga baik secara adat maupun hukum harus diatur pemerintah. Karena faktor didalam pengasuhan ini mulai dihadapkan tantangan dan reaksi anak didiknya, mulai pertumbuhan budaya remaja, sosial media dan lingkungan. Jangan sampai kondisi ini kemudian para pihak yang paling bertanggung jawab seperti orang tua dan sekolah kemudian lepas tangan dan membiarkan pelaku kembali menjadi stigma di masyarakat. Harus ada edukasi baik kepada orangtua, lembaga pendidikannya dan anak didik disekolah tersebut. Karena potensi ini Negara harus mulai perhatian dan mengangkat RUU Pengasuhan Anak sebagai pengurang dampak kekerasan di sekolah.

Kisah pembunuhan di SMA Taruna Nusantara menjadi titik tolak pembenahan regulasi pengasuhan yang harusnya juga masuk dalam institusi pendidikan. Ini adalah dampak gunung es yang sebenarnya sudah terjadi sejak dahulu di sekolah itu, dan masih terus potensi ini dapat berlanjut.

Meski Kemendikbud telah membentuk Direktorat Keluarga. Saya khawatir hal tersebut belum tersosialisasi di SMA Taruna Nusantara. Untuk itu harus ada regulasi yang memberi kewajiban semua sekolah memahami perspektif pengasuhan ketika berani mengambil alih peran orang tua.

Farid Ari Fandi
Satuan Tugas Perlindungan Anak (Satgas PA)
:
Unknown