MASIGNCLEANSIMPLE101

Barisan Rizal Ramli Gelar Deklarasi dan Diskusi

MITRAPOL.com - Beberapa tahun terakhir, muncul fenomena Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang memprihatinkan. Posisi Kepala Daerah menjadi ajang perebutan kekuasaan partai politik. Sedangkan figur calon kepala daerah hanya menjadi kandidat yang di bongkar pasang seenaknya oleh Ketua Umum Partai Politik.



Bagaimana konsep daerah akan dibangun tidak menjadi fokus perhatian, karena pemikiran pragmastis melatar belakangi proses pilkada. Akibatnya banyak kepala daerah yang tersangkut perkara hukum, baik karena terlibat korupsi maupun kasus narkoba. Sampai tahun 2015, sebanyak 343 kepala daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) diseret ke meja hijau serta dijebloskan ke penjara. Hal ini disebabkan karena kepala daerah selain diharapkan dapat memberikan kemudahan politik, juga telah dijadikan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) atau sumber dana oleh partai politik.

Melihat dari semuanya itu, maka para Aktivis 77-78 tergerak hatinya dan bersatu dengan mengatasnamakan BARRI (Barisan Rizal Ramli) untuk mendukung Rizal Ramli yang mana juga sebagai aktivis 77-78 untuk maju dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta periode berikutnya guna untuk menata Ibukota sebagai jendela Indonesia yang berbudaya dan manusiawi.

Para aktivis 77-78 yang mengatasnamakan BARRI (Barisan Rizal Ramli) tersebut, secara resmi mendeklarasikan namanya, Kamis (08/09/2016) pada pukul 15.40 WIB di Resto Komando, Jl. Raya Saharjo, Jakarta Selatan.

Dalam deklarasinya, BARRI juga mengadakan diskusi dengan tema "Membangun Ibu Kota, Membangun Peradaban". Acara diskusi tersebut dihadiri oleh beberapa narasumber yang berkompeten, yaitu H. Ridwan Saidi selaku Budayawan Betawi, DR. Musni Umar selaku Aktivis 77-78 yang saat ini juga sebagai Wakil Rektor I Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, dan Ir. Indro Tjahyono selaku Aktivis 77-78

Ir. Martunus Haris, M.Sc selaku Ketua BARRI DKI, dalam sambutannya mengatakan, "belum lama ini telah dibentuk organisasi masyarakat yang bernama BARRI yang inginnya bersifat nasional, yang dimotori oleh para mantan aktivis 77-78 yang tersebar di seluruh Indonesia.


“Konteks kita kali ini adalah salah satu kawan kita yaitu saudara Rizal Ramli, diusulkan untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta. Mudah-mudahan diskusi kita pada hari ini dalam rangka mendukung Rizal Ramli dapat berjalan dengan lancar karena kita tidak banyak waktu untuk berdebat, karena percuma kita berdebat kalo kita belum bergerak," katanya.

Pemilihan gubernur DKI Jakarta juga berlangsung dalam situasi pragmatisme politik yang sekarang berjangkit di kalangan partai politik. Figur yang diusung itu biasanya adalah calon yang dapat memberikan ekspektasi politik, khususnya menyumbang pendanaan untuk partai, dan di lain pihak para kandidat politik hanya berusaha mendongkrak popularitas agar layak diusung oleh partai politik.

Dalam kondisi seperti ini, masa depan kita dan daerah akan semakin mengerikan. Pembangunan sosial ekonomi dan prasarana tidak pernah dibangun sesuai dengan tuntutan daerah dan warga kota, sedangkan proyek-proyek infrastruktur menjadi lahan untuk korupsi, melakukan kongkalikong antara pengusaha dan kontraktor.

DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara memiliki posisi yang strategis, yang berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia. Bung Karno sebagai Presiden RI pertama berpandangan bahwa membangun kota adalah membangun peradaban. Bung Karno juga pernah mengatakan, "seluruh rakyat Indonesia jiwanya, hatinya, rohnya, dan kalbunya harus menjulang tinggi kelangit laksana monumen nasional (Monas)".

Ibukota negara mencerminkan tingkat peradaban bangsanya. Bung Karno juga berpandangan bahwa arsitek kota adalah arsitek bangsa, oleh karena itu Bung Karno telah membuat sendiri rencana tata kota Palangkaraya pada tahun 1957.

Dengan demikian, khususnya DKI Jakarta seharusnya memiliki gubernur yang memiliki visi kenegaraan yang paripurna. Apalagi jika diterapkan paradigma membangun ibukota (negara) berarti membangun peradaban, oleh karena itu sulit dimengerti jika nanti DKI Jakarta memiliki gubernur yang tidak memahami apa itu peradaban dan lebih- lebih perilakunya kurang beradab.

H. Ridwan Saidi selaku Budayawan Betawi, dalam sambutannya mengatakan, “yang namanya pemimpin daerah atau gubernur itu harus mengenali sejarah daerah dan budaya yang akan dipimpinnya terlebih dahulu, jangan asal-asalan mengambil keputusan yang bertentangan dengan sejarah yang sudah ada dari sejak dulu," terangnya.

Dikatakannya, DKI Jakarta sebagai simbol peradaban, membutuhkan gubernur yang memiliki visi kenegarawanan yang mampu membangkitkan spirit warganya sebagai bangsa yang memiliki peradaban tinggi, yang mengetahui makro di bidang sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, dan lingkungan hidup.

“Disamping memiliki kemampuan dalam melakukan pelayanan publik di segala bidang, sayang dalam pencalonan gubernur DKI Jakarta, tidak ada yang sesuai dengan tuntutan diatas, dan yang sesuai itu hanya Rizal Ramli yang ternyata dapat memenuhi kriteria-kriteria diatas,” tutup H. Ridwan Saidi. ■ tri wibowo
:
Unknown