MITRAPOL.com, Papua - Anggota DPR Papua Dari Fraksi Gerindra, John NR Gobay menguraikan realita kehidupan serta solusi untuk mencapai keamanan wilayah khususnya di wilayah Mimika Papua. Jayapura (25/02/2018).
![]() |
John NR Gobay |
Di bawah tahun 1996, tidak pernah terdengar kabar adanya konflik sesama orang Papua, apalagi orang gunung di Mimika, yang ada mungkin hanya kekerasan negara terhadap rakyat yang terjadi sejak tahun 1977, dan juga perlawanan masyarakat asli terhadap PT. Freeport Indonesia sejak tahun 1974.
Namun sejak PT. Freeport Indonesia mengucurkan dana 1 persen, Timika menjadi kota yang “Tiap Minggu Kacau” dan “ setiap Minggu, Minggu kacau”. Konflik yang terjadi bermacam-macam motifnya, dan yang tahu hanya kepala perangnya, dan para aktor intelektualnya.
Konflik ini menurut saya, belum diselesaikan secara strategis dan menyeluruh serta menggali akar masalahnya, tetapi penyelesaiannya hanya kasuistik, sehingga sekarang yang mendesak adalah menggali akar masalah utamanya, apakah masalah adat, tanah, dana, pekerjaan, atau masalah apa."ucap John.
Masyarakat merasa tidak aman, dan pasti ada yang merasa prihatin akibat adanya pembunuhan antar sesama orang Papua di Timika. Semua pihak perlu mencatat dengan tinta emas, serta diingat baik-baik, bahwa suku apapun di Tanah Papua, bahwa kita adalah orang Papua. Kita saudara harus bersatu, bukan malah sebaliknya."tandas john.
Apalagi masyarakat suku-suku di Pegunungan, nenek moyangnya semua berasal dari satu tempat yang sama, yaitu di sebuah tempat di ujung Timur Tanah Papua, yang Suku Mee sebut Pupupapa , Suku Moni sebut Mbububaba .
Kebiasaan Jelek perang atau konflik selalu membawa suasana tidak aman, tidak damai, orang tidak dapat beraktivitas bebas, perekonomian lumpuh dan lain sebagainya. Jelasnya.
Perlu disadari bahwa, ada kebiasaan perang yang jelek dalam orang gunung, kebiasaan ini harus ditinggalkan, sebab sebagai seorang dari pegunungan Papua yang sedikit paham tentang kebiasaan perang orang gunung, yang jika dalam perang ada korban, maka kedua belah pihak akan selalu berusaha mencapai keseimbangan jumlah korban."Tutur John.
Dalam berperang juga akan ada pihak-pihak yang akan membantu salah satu pihak dalam berperang, ada juga pihak-pihak yang menyediakan logistik untuk orang berperang, dan ada juga pihak yang menjadi sponsor perang.
Pada saat mereka melakukan gencatan panah untuk pergi ke Gereja, ada pihak yang tidak terkait dengan masalah dapat saja menjadi korban, ada tempat yang ditentukan untuk berperang, sehingga menjadi film gratis bagi pihak lain. Kadang kala juga menjadi akal-akalan hanya untuk mendapatkan kulit Bia atau “ Kigi Indo ” dalam bahasa Moni.
“Ini adalah kebiasaan perang orang gunung yang harus saya katakan jelek, yang sudah saatnya ditinggalkan dan harus dilupakan oleh kita semua. Percuma kita sering ke Gereja, bila sekian ratus kali masuk Gereja bila tidak ada damai di hati, masih ada dendaman di hati."tandasnya.
Hal yang terpenting untuk dipikirkan hari ini adalah, bagaimana menahan diri untuk tidak dendam, tidak saling membalas, saling memaafkan, dan membangun sebuah rekonsiliasi bersama secara jujur dan bijaksana yang berasal dari relung hati yang paling dalam.
Sebab pembiaran Pembunuhan, sangat lain dalam berbagai konflik di Timika, karena adanya pembiaran yang lama terhadap warga negara NKRI saling membunuh. Ada apa sebenarnya, orang tega saling membunuh, Ingat, mengambil nyawa haknya Tuhan. Dosa bagi orang yang menyuruh melakukan dan membantu makanan bagi mereka yang berperang, Sebab, mengambil kembali nyawa manusia itu haknya Tuhan. ucapnya.
Lanjut john, Dosa juga bagi mereka yang membiarkan orang saling membunuh, padahal tugas mendamaikan dan menertibkan adalah amanah dari Tuhan kepada TNI/Polri. Tidak ada adat yang mengajarkan orang saling perang dan membunuh dalam kekerasan yang telah mengarah kepada pembunuhan, di Timika perlu dilakukan, mungkin akan aman, apabila Kapolda dan Pangdam Papua untuk menangkap Kepala Perang, dan masyarakat juga mesti mendukung langkah pihak keamanan, kemudian pihak keamanan jangan melakukan pembiaran. Karena penegakan hukum positif saat ini wajib dilakukan, agar ada wibawa negara di sana, tegas John.
Siapapun yang menjadi otak atau membantu perang, serta membawa logistik bagi orang yang perang, haruslah diamankan, serta dicari juga tokoh yang bisa didengar oleh kedua belah pihak, apabila semakin dibiarkan konflik akan meluas, dan jika kepala perang atau pelaku dibiarkan, maka akan membuat pihak korban akan terus menaruh dendam, dan menjadi emosi tingkat dewa jika dihukum seberat beratnya, maka saya yakin akan ada efek jera bagi yang lain.
Rekonsiliasi Menuju Perdamaian,
Gubernur atau Bupati Mimika perlu membentuk Tim Rekonsiliasi, guna untuk menyelesaikan konflik di Mimika yang dipimpin bersama oleh pihak Pemprov, Gereja dan Adat untuk menyelesaikan konflik dalam rangka mencari akar permasalahan utama di Timika. Untuk itu, perlu dilakukan sebuah pertemuan rekonsiliasi yang melibatkan semua pihak antara lain, DPRP, MRP, para Bupati,DPRD Mimika, Uskup Timika, Ketua Wilayah GKII, Sinode GKIP, Ketua Sinode Baptis, GIDI, LEMASA, LEMASKO, para Kepala Suku dari kabupaten di Pegunungan, para Kepala Suku-suku Pegunungan, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan, Aktivis, AMPTPI, serta oknum yang diduga sering menjadi Kepala Perang dari semua Suku-suku Pegunungan di Timika."Ujarnya.
PT.Freeport Indonesia dan Kontraktor, serta Kapolda dan Pangdam sebagai peninjau.
Hal yang dibicarakan adalah pertemuan ini mesti menggali dari masyarakat apa sesungguhnya masalah yang dirasakan, dan diinginkan oleh masyarakat Pegunungan yang ada di Timika. Biarkan mereka bicara dari hati ke hati, dengan prinsip kami semua yang datang dari satu tempat yang sama. Jika masalahnya tanah, maka harus dibicarakan baik dengan masyarakat pemilik tanah, dengan membuat sebuah akta perjanjian yang mesti disepakati dan dijaga bersama pelaksanaanya, dengan sikap saling mengakui dan menghormati, bisa dengan pemilik dan penggarap.
Jika masalahnya dana dari PT. FI, maka perlu dibicarakan dengan PT. FI, agar supaya ada terobosan baru yang berpihak, dan dana yang merata antar suku-suku dan daerah di Pegunungan. Jelasnya.
Di tambahkannya, "Jika masalahnya adalah proyek, maka mesti dibicarakan dengan pihak Pemda dan PT. FI, sehingga tidak memunculkan kecemburuan sosial antar satu suku dengan suku lainnya.
Jika masalahnya adalah adat, maka harus disepakati untuk adat yang merugikan dan mengorbankan orang lain ditinggalkan dan didorong adanya peradilan adat di Mimika sebagai peradilan perdamaian.
Pelaksanaan rekonsiliasi mesti dilakukan beberapa hari, agar semua mengeluarkan semua yang dipikirkan dan dirasakan, sehingga orang merasa puas dan legah telah menyampaikan masalahnya.
Dalam pelaksanaan ini awalnya semua pihak yang hadir dari para pejabat baik pemerintah, agama dan tokoh adat dari daerah, selain Mimika, mesti duduk hanya untuk mendengarkan saja, setelah semua pihak di Timika menyelesaikan penyampaian barulah para pejabat menyampaikan alternatif-alternatifnya, kemudian dilemparkan kembali kepada masyarakat Mimika untuk memberi pendapat, setelah itu dibuat konsensus bersama dan ditandatangani sebuah akta perdamaian yang berisi hak, kewajiban dan larangan serta badan yang memantau pelaksanaannya.
Isi akta itu antara lain, semua pihak menandatangani pernyataan, bahwa tidak lagi akan melakukan tindakan pembunuhan, dan tidak akan diselesaikan secara adat di kemudian hari. Jika ada masalah akan diserahkan kepada hukum positif, dihukum penjara, dengan pasal berlapis.
dan akhir dari acara itu dibuat sebuah ritual adat “Patah Panah”, sebagai tanda tidak akan berperang lagi yang dilanjutkan, dengan Ibadah Gabungan untuk rekonsiliasi."terangnya.
"Ingat, kita ini semua bersaudara, semua orang Papua yang hidup dan berkembang diatas tanah ini. Dan sebagian dari hasil kesepakatan itu, dijadikan sebagai sebuah Perda Kabupaten Mimika. kemudian dibentuk sebuah wadah rekonsiliasi permanen, yang memantau dan secara rutin terus-menerus melakukan koordinasi, dan komunikasi serta menyelesaikan masalah antar suku-suku di Mimika, agar terus menjaga kedamaian dan mengawal kesepakatan damai, melalui wadah ini. Gereja juga terus melakukan penyadaran lewat ibadah-ibadah dan kotbah-kotbah."tandas John.
John berpesan, damai di Surga diciptakan oleh Tuhan, damai di bumi diusahakan dan diciptakan oleh usaha manusia. Nah, agar ada kedamaian di atas bumi ini, mari kita mendorong sebuah upaya rekonsiliasi.
“Alangkah bahagianya hidup rukun dan damai di dalam persaudaraan, bagai minyak yang harum”, untuk itu pertemuan rekonsiliasi di Mimika penting untuk segera dilakukan, Agar menghasilkan sebuah akta perdamaian yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat, dan didorong menjadi regulasi daerah."tutup John NR Gobay Anggota DPR Papua, dan selaku Sekretaris II Dewan Adat Papua.
Reporter : R'Karambut
:
comment 0 komentar
more_vert